Penulis: Rahma Wulandari
Trainer kontributor: Nurjaya
Dari sekian banyak usaha tahu di Lombok Timur, sebuah unit usaha rumahan kerap mencuri perhatian publik. Sunardi, pemilik pabrik Tahu Rinjani Sigap di Desa Sembalun Timbalgading, Sembalun, Lombok Timur mencoba berinovasi dengan produk olahan Tahu. “Beruntungnya, pengusaha tahu di lereng Rinjani hanya saya. Dengan jumlah warga sekitar 25.000 jiwa, saya melihat potensi pasar yang besar,” ujar Sunardi yang sebelumnya bertani dan menjadi pemandu pendakian ke Gunung Rinjani.
Pengalamannya memperbaiki proses produksi tahu banyak ia peroleh dari beberapa perjalanan ke Australia saat ditraktir jalan-jalan oleh rekannya, seorang relawan komunitas asal Australia. Di desanya, ia juga mengelola Sembalun Community School yang membuka kelas bahasa Inggris, Jepang, dan Arab, serta kursus taman belajar Alqur’an untuk anak-anak sejak 2003.
“Saya sempat melihat pabrik tahu serba mesin, tanpa tenaga manusia di Australia. Saya membandingkan proses pembuatannya dengan pabrik tahu di Probolinggo, Yogyakarta dan Lombok. Prosesnya berbeda dan kualitas hasil tahu pun berbeda,” kisah Sunardi. Saat itulah, ia melihat ada peluang untuk mengembangkan olahan tahu sebagai camilan untuk memenuhi kebutuhan oleh-oleh Lombok Timur sebagai daerah wisata geopark internasional. “Saya diberi modal oleh teman saya dan saya lalu mulai mengembangkan stick tahu sebagai camilan pendamping kopi. Kebetulan, kopi arabika asal Sembalun juga cukup terkenal.”
Sebelumnya baru ada produk stick kentang di Sembalun. Ia memilih stick tahu karena lebih tahan lama hingga bulanan. Tahu biasa hanya tahan sekitar lima hari saja. “Saya hanya menggunakan kedelai alami lokal, langsung dari petani. Setiap minggu, kami memproduksi sekitar 700kg stick tahu dan tahu biasa untuk konsumsi sebanyak 1 ton per minggu.”
Meski usahanya telah berjalan sejak 2017, Sunardi sempat bingung mencari cara untuk mengembangkan usahanya. Di awal usaha, ia hanya memproduksi stick tahu sesuai pesanan pelanggan. Saat itu, ia sudah berhasil memiliki 200 pelanggan. Namun, omzetnya tak kunjung bertambah. Ia lalu mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kelas Pembekalan Kewirausahaan Tahap Awal Perorangan dari BBPPK & PKK Lembang November 2020 lalu.
Sunardi mengakui ia baru pertama kali ikut pelatihan kewirausahaan di luar Lombok. Ia mengakui ilmu yang didapatkan dari kelas di Lembang sangat berharga. “Di kelas, saya sempat minder karena hanya saya yang tidak berpendidikan formal tinggi. Saya hanya lulusan SD,” katanya pelan. “Saya juga belum pernah belajar tentang cara pembukuan dan sistem keuangan sama sekali. Saya langsung merapikan catatan keuangan sepulang dari Lembang.
Dari segi kemasan, ia menyadari ada kenaikan penjualan setelah memperbaiki kemasan dengan plastik standar dan tambahan stiker logo. “Banyak pelanggan baru dari luar Sembalun jadi lebih tertarik dengan produk kami. Saat ini, kami belum bisa memasok ke toko-toko. Pelanggan yang datang ke pabrik saja sudah bikin kami kewalahan produksi. Kami baru mampu melayani 350 pelanggan perorangan dalam sehari untuk Sembalun saja,” kisahnya bersemangat.
Volume produksi Tahu Rinjani Sigap turun sebanyak 50persen selama pandemi karena tidak bisa mengekspor ke luar negeri. “Saya hanya bisa menitipkan produk lewat teman ke Melbourne. Sebelum pandemi, saya bisa mengirim sekitar 2000-3000 bungkus stick tahu senilai sekitar Rp76 juta ke luar negeri. Di Lombok saja, penjualan bisa mencapai Rp24 juta per bulan,” ujar Sunardi.
Hingga saat ini, Sunardi telah memiliki delapan orang karyawan tetap untuk memproduksi tahu di rumahnya. Saya juga merapikan jam kerja karyawan dan melatih mereka agar lebih baik dalam menangani pelanggan. Saya juga memperluas saluran penjualan ke luar area Sembalun lewat Facebook dan WhatsApp dibantu dengan staf kurir sebanyak tiga orang,” kata Sunardi yang berharap omzetnya bisa kembali pulih menjadi empat kali lipat seperti sebelum pandemi.